Selasa, 13 Juli 2010

Idul Adha dan Korupsi

Pernah Diterbitkan Oleh Media Harian Tribun Timur
Sabtu, 28 November 2009

Berselang 70 hari setelah merayakan Idul Fitri, maka umat Islam pun kembali merayakan Iduladha dengan melaksanakan shalat Iduladha dan berkurban. Idul yang berarti kembali dan adha yang merupakan padanan kata dari dhahayah dan udhiyah berarti penyembelihan.

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah, mengatakan bahwa kata al-udhiyah atau ad-dhahiyah adalah nama sesuatu yang disembelih yaitu unta, sapi atau kambing pada hari nahar (tgl 10 Dzulhijjah) atau pada hari tasyrik (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) sebagai wujud mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan demikian, hari raya 'Idul adha adalah perayaan kembali menyembelih binatang atau berkurban.
Di dalam sejarah, menyembelih hewan kurban bermula dari kisah Nabi Ibrahim as yang mendapatkan mimpi dari Allah Swt untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail as. Karena kepatuhannnya kepada Allah Swt, Nabi Ibrahim as pun melakukan perintah disertai dengan kerelaan dan kepatuhan sang anak atas perintah Allah lewat mimpi tersebut (QS. As-Shafaat: 102).

Dari kisah ini, sedikitnya ada dua teladan yang dapat diambil hikmahnya, yakni teladan seorang hamba yang patuh dan taat atas perintah Allah Swt., pergantian penyembelihan terhadap Nabi Ismail as dengan seekor binatang dapat diartikan bahwa ajaran agama Islam sangat menghargai nyawa manusia, makanya harus diselamatkan; dan penyembelihan hewan pun dapat bermakna alegoris menyembelih sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia.

"Menyembelih" Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar-balik dan menyogok. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri.

Dalam literatur Islam, korupsi berarti guluul. Kata ini merupakan mashdar (sumber asal) dari fi'il sulasi mujarrad-mudhaf yakni galla, yagullu, gillun, gulul, dapat diartikan membelenggu dan khianat. Nabi Saw pernah bersabda: "Barang siapa yang dipekerjakan dalam suatu pekerjaan dan ia diberi gaji, tetapi ia mengambil (gaji lain) setelah ia di gaji sesuai hasil kerjanya, maka ia termasuk korupsi".

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa korupsi berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang perusahaan, negara dan sebagainya, untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korup berarti suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok dan memakai kekuasaan hanya untuk kepentingan pribadi.

Di Indonesia, perlawanan terhadap korupsi terus dilaksanakan sejak runtuhnya kekuasaan orde baru hingga detik ini. Pelbagai kebijakan pun dibuat untuk menghalangi korupsi merajelela, seperti adanya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), walaupun lembaga terakhir ini ramai dibicarakan dan diberitakan "konspirasi" pelemahan institusi ini.

Menurut data Transparancy International, indeks persepsi korupsi (IPK) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan mulai tahun 2003 (IPK 1,9), tahun 2004 (IPK 2,0), tahun 2005 (IPK 2,2), tahun 2006 (IPK 2,4), tahun 2007 (IPK 2,3), tahun 2008 (IPK 2,6), dan tahun 2009 (IPK 2,8). Sedangkan dalam lingkungan ASEAN, Indonesia termasuk mengalami peningkatan menuju peringkat lima dari sepuluh negara yakni Singapura (IPK 9,2), Brunei Darussalam (IPK 5,5), Malaysia (IPK 4,5), Thailand (IPK 3,4). (Kompas, 19/11/2009)

Kepemimpinan Nasional
Dengan melihat kondisi ini, untuk "menyembelih" korupsi dan meningkatkan kemajuan negara dan bangsa, maka sangat diperlukan dua hal yakni pertama, adanya kepemimpinan nasional yang kuat dan berintegritas tinggi. Teladan ini telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as dengan rela mengurbankan anaknya, harta yang sangat dicintainya.

Seorang pemimpin yang taat dan patuh terhadap nilai-nilai agama akan mampu mengedepankan kepentingan masyarakat dan negara Indonesia atas kepentingan pribadi, golongan dan partainya. Seorang pemimpin nasional bukan lagi milik satu golongan dan partai, akan tetapi telah menjadi milik publik sebagai penyambung lidah rakyat, fasilitator atau katalisator dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana amanat UUD 1945.

Melanggengkan korupsi di bumi pertiwi Indoensia hanyalah akan membawa dampak buruk bagi jutaan masyarakat Indonesia. Di dalam sejarah Indonesia, salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit adalah menjamurnya korupsi dan mementingkan kepentingan pribadi dan golongan di atas segala-galanya.

Begitu pula dengan perusahaan colonial Belanda, VOC salah satu penyebab hancurnya perusahaan tersebut selain karena besarnya biaya perang untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830) adalah menjamurnya perilaku korupsi di antara birokrat-birokrat perusahaan. Apakah sejarah itu akan berulang kembali? Hanya orang kurang-bijaklah jatuh pada lubang yang sama.
Dalam "menyembelih" korupsi di ranah khatulistiwa ini, apa salahnya bercermin atau mencontoh penegakan hukum negara-negara luar, seperti pemerintah Vietnam mengganti semua pejabat Departemen Perhubungan karena telah melakukan penggelapan sejumlah dana pembangunan proyek infrastruktur atau negara China menembak mati koruptor beserta anak-istri dari pejabat korupsi tersebut.

Ataukah memberikan efek jera terhadap koruptor dengan cara menyita semua harta koruptor untuk dimasukkan dalam kas negara sebagai tambahan untuk menciptakan pemberdayaan rakyat miskin. Bukankah dalam ajaran Islam dikatakan bahwa seorang pemimpin "tasharruf al-imam 'ala al-raiyah manutun bi al-maslahah" (tugas seorang pemimpin terhadap rakyatnya adalah memberikan kemaslahatan).

Kedua, menyembelih sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia dapat diartikan sebagai adanya pendidikan yang menghargai kepentingan berbangsa dan bernegara daripada kepentingan pribadi, golongan dan partai. Sifat egois seharusnya diminimalisir.

Pendidikan berwawasan pencegahan (preventif) terhadap korupsi lebih penting daripada penindakan kepada pelaku korupsi. Dengan adanya pendidikan preventif dapat dijadikan alat bantu untuk menganalisa struktur penindasan ekonomi, politik, sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang selama ini belum pernah dimasukkan dalam kurikulum pelajaran sekolah atau perkuliahan. Sehingga yang terjadi adalah melahirkan murid atau mahasiswa berkesadaran palsu, tidak mau tahu akan situasi dan kondisi bangsanya, ketidakpercayaan kepada masa lalu dan ketidakmengertian akan masa depan.

Dengan pendidikan pula, manusia dapat membangun dan melestarikan peradaban. Bukankah manusia merupakan homo educandum (manusia yang mampu di didik) menuju tatanan yang lebih baik dengan mengaktualisasikan ranah afektif, kognitif dan psikomotoriknya, sehingga fungsi dari pendidikan memanusiakan manusia dapat tercapai.

AM Mangunhardjana pernah berkata: "kebanyakan tragedi dalam sejarah manusia tidak begitu saja terjadi oleh perbuatan maksiat kaum penjahat, melainkan juga karena kegagalan orang-orang yang bercita-cita tinggi, berbakat unggul dan berkepribadian baik, namun enggan untuk berbuat sesuatu. Merekalah inilah manusia-manusia yang membiarkan gagasan bagus tetap terpendam dalam benak mereka, bakat mereka tidak produktif buat dunia sekitarnya dan kepribadian mereka tetap kering dari jasa sesamanya".

Akhirnya, semoga perayaan Idul Adha tahun ini tidak hanya menjadi ritus belaka, namun mampu menjadi spirit untuk meminimalisir korupsi serta melakukan perubahan dan transformasi sosial menuju negara republik (res publica: pemerintahan untuk menyejahterakan orang banyak) yang sebenar-benarnya.**

0 komentar:

Posting Komentar