Selasa, 13 Juli 2010

Islam Bukan Agama Kekerasan

Pernah Diterbitkan di Buletin Jum'at At-Tabsyir

“Ajaklah ke jalan Tuhan-Mu dengan jalan kebijaksanaan, dan berdialoglah dengan cara yang terbaik...”

Petikan ayat di bawah ini menjelaskan bahwasanya Allah Swt, mengajarkan kepada ummatNya agar senantiasa berdakwah dengan cara bil-hikmah mau’idzah dan berdialog dengan baik, bukan dengan cara kekerasan atau memaksa.

Sejarah Indonesia adalah sejarah kekerasan. Pernyataan ini bisa benar, bisa pula tidak. Tetapi, bukti kongkret tentang kekerasan ada di pelupuk mata kita. Pemberitaan tentang kekerasan telah tersebar di mana-mana, baik di media cetak maupun elektronik. Maka sangatlah wajar, jikalau negara tercinta kita “ dimasukkan dan dianugerahi” sebagai negara pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang terpopuler. Mulai dari pelanggaran HAM yang bersifat sipil-politik maupun ekonomi, sosial dan budaya.

Penyerangan serta pengrusakan terhadap tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah, begitu pun penyerangan terhadap sekelompok ummat oleh ummat yang mengatasnamakan Islam di Monas pada tanggal 01 Juni 2008 bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara kita adalah beberapa contoh kasus telah terjadinya tindak kekerasan agama terhadap pemeluk agama lain. Peristiwa ini sangatlah memiriskan dan memilukan hati jutaan rakyat Indonesia yang nota-bene adalah masyarakat yang menghargai perbedaan dan cinta perdamaian. Penyerangan tersebut dapat dikategorikan pelanggaran HAM sipil-politik (kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya).

Sekarang muncul pertanyaan, apakah sebuah agama mengajarkan kekerasan? Dan bagaimana agama menyikapi tentang kekerasan? Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan kepada para pemeluknya untuk melakukan kekerasan atau premanisme terhadap suatu kelompok, baik itu berdasar ekonomi, politik bahkan agama, karena yang demikian itu adalah sebuah kemungkaran dan menimbulkan permusuhan di antara makhluk ciptaan Allah Swt. Di dalam agama Islam, Allah Swt berfirman dalam surah An-Nahl : 90 yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi (kasih) kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan berbuat permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajara.” Begitu pula di dalam kontitusi kita, pada pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 disebutkan: (1). “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya serta berhak kembali; (2). “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Hal itu ditegaskan ulang dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dalam pasal 22 ditegaskan (1). “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya; (2). “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaanya itu”.

Dengan demikian, agama Islam adalah agama yang tidak pernah mengajarkan kekerasan terhada ummatnya, melahan sangat menolak hal yang demikian. Bukankah agama Islam adalah agama rahmatan lil-‘Alamin, agama yang mengajarkan lemah-lembut, kasih-sayang dan memberi rahmat terhadap sekalian alam. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt, untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai beragam agama, suku, dan etnis adalah sebuah kebanggaan, tetapi di sisi lain juga bisa membuyarkan impian dan menghancurkan tatanan sosial masyarakat. Apabila keragaman ini bisa dijahit dan dirajut ke dalam ke-Bhineka Tunggal Ika-an, maka yang terjadi adalah akan tercipta sebuah negara yang sangat demokratis dan menghargai keragaman. Tetapi, apabila keragaman ini dikoyak-koyak oleh segelintir kelompok, maka nestapa negeri damai dan adil akan bersua di hadapan jutaan masyarakat Indonesia. Dan di negeri ini pulalah terdapat ummat Islam terbesar di antara negara-negara Islam lainnya. Tetapi, mengapa hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam justru langgeng dan tumbuh subur di negeri tercinta ini.

Atau jangan-jangan yang dikatakan oleh K. H. Mustafa Bisri dalan goresan puisinya memang benar, “Tuhan, lihatlah betapa kaum beragama negeri ini/mereka tak mau kalah dengan kaum beragama lain di negeri-negeri lain/demi mendapatkan ridha-Mu/mereka rela mengorbankan saudara-saudara mereka/untuk berebut tempat terdekat di sisiMu/mereka memaafkan kesalahan/dan mendiamkan kemungkaran/bahkan mendukung kezaliman/untuk membuktikan keluruhan budi mereka/terhadap setan pun mereka tak pernah berburuk sangka/”. Ihdinas Shiratol Mustaqiim.

0 komentar:

Posting Komentar