Senin, 12 Juli 2010

Tan Malaka dan MADILOG (Catatan Menyonsong Hari Pahlawan)

Pernah diterbitkan oleh Media Harian Fajar
Selasa, 10 November 2009

Padang Gadang, Minangkabau, telah lahir seorang anak yang bernama Sutan Ibrahim, yang dikemudian hari dikenal dengan nama Tan Malaka. Ia lahir, tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Padang Gadang yang pada umumnya adalah penganut agama Islam taat dan kuat. Ini tercermin dalam diri-pribadi Tan Malaka remaja, telah mahir berbahasa Arab bahkan sudah dapat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan kecerdasan dan kemahirannya itulah, Tan Malaka dipercaya menjadi guru muda di surau di kampungnya. Dengan pendidikan formal yang terbatas, Tan Malaka tak putus asa dalam mengarungi lautan pengetahuan di kelas dua Suliki selama hampir lima tahun, kemudian melanjutkan pendidikannya di Kweekschool (Sekolah Guru) Fort de Kock. Satu-satunya sekolah guru negeri lanjutan bagi orang Indonesia di Sumatera untuk calon guru-guru pribumi.

Di Belanda, Pasca revolusi Rusia pecah, Tan Malaka banyak berkenalan dengan buku-buku tentang Marx dan Engels, seperti Het Kapitaal yang diterjemahkan oleh Van der Goes, Marxistische Economie dari Karl Kautsky dan brosur-brosur tentang revolusi sosial. Sejak 1917, Tan Malaka aktif dan bergiat berceramah dimana-mana yang menuntut kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Sekembalimya ke tanah air, ia pun menetap di Deli dan mengajar anak-anak buruh di sana. Dan pada tempat inilah, Tan Malaka “bergaul-berdiskusi” dan mengetahui betapa tertindas-terhisapnya para kuli-kontak. Hingga suatu waktu, Tan Malaka “memimpin” aksi pemogokan para kuli-kontrak untuk menaikkan gajinya sebesar 30%.

Berjalan dan mengembara terus di lakukan oleh Tan Malaka hingga tapak kaki membawanya ke Batavia. Pertemuan dengan Semuan menjadi awal berkiprahnya di lapangan politik, hingga akhirnya Tan Malaka terpilih menjadi ketua umum PKI yang keempat, setelah Sneevlit, Semaun dan Darsono. Di dalam kongres, dengan semangat berapi-api, Tan Malaka selalu mengingatkan kepada kawan-kawan sepergerakan dan seperjuangannya, bahwa persatuan antara kaum muslim dan kaum komunis Asia sangatlah diperlukan dalam menghancurkan kaum kapitalisme yang bermukim di tanah-air Indonesia. Peranan Tan Malaka dalam konggres tersebut sangatlah berarti, karena Tan Malaka sebagai republiken tiadalah henti-hentinya membangkitkan semangat perlawananan di tengah-tengah rakyat miskin yang tertindas oleh kolonialisme Belanda.

Akhirnya, ia di tuduh mendalangi pemberontakan Madiun 1948 melawan kekuasaan sah Indonesia dan pada malam 19 Februari 1949 adalah malam tragis bagi pejuang “sang Revolusioner” Tan Malaka. Di malam inilah, Tan Malaka di tembak oleh saudara-saudara sebangsa dan setanah-airnnya oleh tentara reguler Macan Kerah dari Brigade “S” di bawah pimpinan Letkol Surachmad di desa Pethok, Kediri. Akhir yang tragis bagi si pejuang kemerdekaan nasional. Dan beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno mengeluarkan Kepres No. 53 tahun 1963 yang isinya menganuegarahkan gelar pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada Tan Malaka.

MADILOG DAN CORAK BERPIKIR
Tan Malaka mempercayai sebuah dictum bahwa cara berpikir suatu bangsa akan menentukan nasib suatu bangsa ke depan. Oleh karena itu, Tan Malaka melakukan gebrakan yang sangat luar biasa yakni mempelopori perubahan cara berpikir. Menurutnya, corak berpikir masyarakat Indonesia masih menganut logika mistika, logika yang didasarkan pada sim sala bim, corak berpikir yang masih mendasarkan pada kekuatan ghaib. Logika ini membuat manusia Indonesia bersifat fatalis dan bersifat “menunggu” kepada kekuatan yang maha besar dan dahsyiat di luar dirinya.

Cara berpikir manusia Indonesia mestilah diperbaiki dan dididik dengan cara berpikir baru, yakni materialisme, dialektika dan logika (Madilog). Dengan Madilog ini, Tan Malaka ingin mendidik rakyat Indonesia dengan cara berpikir rasional menggantikan cara berpikir yang didasarkan pada mitos. Dan dengan Madilog pula, Tan Malaka menginginkan agar supaya masyarakat Indonesia sadar dan bangkit melakukan perlawanan terhadap penindasan dan penjajahan. Bukan hanya pasrah dan bersikap fatalis terhadap apa yang sedang dan akan terjadi. Singkatnya, manusia Indonesia kekurangan pandangan hidup (weltanschauung), kekurangan filsafat.

Materialisme yang diajarkan oleh Tan Malaka adalah paham yang menjelaskan bahwa sesuatu yang kongkret haruslah dijelaskan secara kongkret pula. Sesuatu yang nyata adanya, mestilah dijelaskan dengan secara rasional. Misalnya, peristiwa banjir mesti dijelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi bukan karena “kutukan” Tuhan, melainkan adanya tangan-tangan jahil manusia yang melakukan pembalakan hutan, penebangan liar, dan sebagainya. Menurut Safrizal Rambe dalam bukunya Pemikiran Politik Tan Malaka, mengatakan bahwa materialisme ala Tan Malaka adalah segala sesuatu yang merupakan cerminan kesadaran manusia (realistis dan merupakan implementasi dari segala apa yang ada dalam kesadaran manusia). Pendek kata, titik tekan materialisme Tan Malaka yakni segala sesuatu yang dekat dan mempengaruhi manusia secara langsung.

Materialisme yang diajarkannya sangat berbeda dengan materialism ala Barat, yakni materialisme Barat adalah materialisme yang menafikan tentang konsep kepercayaan dan agama dalam jiwa masyarakat sedangkan materialisme Tan Malaka tidaklah menafikan kepercayaan dan agama sebagai sebuah konsep yang secara langsung mempengaruhi di dalam hidup dan kehidupan manusia Indonesia. Disinilah, terlihat jelas bahwa sesungguhnya pemahaman Tan Malaka mengenai materialisme tidak menerima mentah-mentah dari apa yang diwariskan oleh Karl Marx dengan Materialisme Dialektika dan Histories. Materialisme Tan Malaka mengakui kepercayaan dan agama dapat dijadikan spirit dalam membangkitkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme apa pun.

Sedangkan dialektika, berasal dari bahasa Yunani berarti mengadakan diskusi, yakni proses mencari kebenaran melalui proses bertanya dan menjawab. Dialektika bukanlah sesuatu istilah baru, melainkan sejak dulu telah diperkenalkan oleh Aristoteles, Heraclitos, Democritos dan mencapai “puncaknya” pada Goerge Wilhelm Friedrich Hegel. Metode dialektika ini digunakan sebagai metode filsafat di tangan Hegel. Dialektika Hegel tidaklah jauh berbeda dengan dialektika yang dipahami oleh Socrates dan Aristoteles, walaupun dialektika Hegel dikritik oleh Marx.

Sedangkan Logika mempunyai hukum triloginya, ialah induksi, deduksi dan verifikasi. Induksi ialah penarikan kesimpulan yang bertitik tolak dari data-data kongkret menuju pada kesimpulan umum. Dengan metode induktif, kita diajar agar supaya jauh dari sifat menggenalisir suatu permasalahan dan sebelum mengambil suatu kesimpulan, terlebih dahulu terdapat bukti-bukti yang kuat. Dan deduksi adalah cara penarikan kesimpulan dari penyataan umum ke pernyataan khusus. Dengan berpikir deduktif, maka suatu kesimpulan yang akan didapatkan lebih dapat dipercaya, karena pernyataan-pernyataan umum itu akan lebih diteliti sehingga menghasilkan pernyataan-pernyataan yang lebih pasti, jelas dan terang. Sedangkan Verifikasi adalah meminjam istilah Tan Malaka yakni “pemastian baru”. Dengan adanya verifikasi berarti proses “pencarian” kesimpulan terakhir perlu dibuktikan terlebih dahulu atau dilakukan eksperimen untuk mengujinya kembali. Dengan verifikasi, kita diajar bahwa dalam mengambil suatu kesimpulan akhir sangatlah perlu adanya analisa tanpa sedikitpun mengubah bahkan mengurangi semangatnya.

Eko P. Darmawan dalam buku Agama itu bukan Candu: Tesis-tesis Feurbach, Marx dan Tan Malaka menguraikan bahwa Tan Malaka mengajak kita untuk memahami sejarah peradaban, sejarah tumbuh dan runtuhnya sebuah bangsa dan negara sebagai gerbang menuju pembentukan moralitas, pembentukan kemuliaan karakter manusia dalam kehidupan bersama. Kita belajar tentang karakter macam apa yang membuat sebuah bangsa jaya dan karakter macam apa yang membuat sebuah bangsa terjajah dan akhirnya runtuh.

Semoga di hari pahlawan ini, Tan Malaka yang di kenal sebagai “Bapak Republik” tidak lagi dipinggirkan ke panggung sejarah. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Semoga…

0 komentar:

Posting Komentar