Selasa, 13 Juli 2010

Manifesto Kaum Tertindas

Pernah Diterbitkan Di Buletin Kampus Lentera Alauddin

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang tertindas di muka bumi, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka yang mewarisi bumi” (QS. Al-Qashash: 5)

PROLOG
Naïf kiranya, bilamana pelbagai persoalan yang sedang melilit negeri yang kita cintai bersama ini, tidak dikaitkan dengan kondisi-situasi yang sedang terjadi di dunia Internasional. Problem nternasional mempengaruhi problem nasional, problem nasional mempengaruhi problem regional bahkan local. Contoh kasus seperti peristiwa kenaikan BBM yang dilegalkan dengan pepres no. 55/2005 (premium naik 87, 5 %; Solar naik menjadi 104, 7 %; dan minyak tanah 185, 7 %) tidaklah terlepas dari pengaruh dunia Internasional sehingga minyak dunia naik menjadi 67 $US/barrel. Peristiwa ini terjadi karena adanya ketegangan Iran versus Amerika dan Eropa mengenai pengembangan nuklir, juga terjadinya kekacauan politik di negara Nigeria (negara penghasil minyak keenam di dunia), mau tak mau mempengaruhi “dunia perminyakan” di dunia. Dan juga terjadinya ketegangan antara Rusia dan Ukraina mengenai masalah minyak dan gas. Rusia sebagai negara penghasil minyak dan gas banyak memasok ke Eropa dan Amerika, tetapi terjadinya ketegangan antara Rusia dan Ukraina menyebabkan terhentinya pasokan tersebut, dikarenakan Ukraina tak mengizinkan Rusia melewati pipa mereka. Permintaan semakin tinggi, tetapi penawaran (barang) tak ada atau kurang, sehingga menyebabkan naiknya harga minyak dunia.

Ironisnya, kok Indonesia ikut-ikutan menaikkan BBM. Padahal Indonesia mempunyai sumber ladang minyak yang banyak, apalagi yang terakhir menjadi perbincangan hangat di Media massa yakni perebutan Blok Cepu (terjadi perebutan antara Exxon Mobil dan Pertamina, yang katanya melibatkan campur tangan George W. Bush dan SBY) yang mempunyai kandungan minyak 600 juta barrel hingga dua milyar barrel. Ternyata jawabannya adalah sebagian besar perusahaan minyak di Indonesia adalah milik swasta dan luar negeri. Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade Organization (WTO) atau perdagangan dunia internasional harus dan wajib mengikuti “aturan main” di WTO, salah satu aturan mainnya adalah National Treatment (NT), yakni apabila sebuah perusahaan negara lain masuk ke sebuah negara, maka negara tersebut harus memperlakukan perusahaan-perusahaan tersebut sebagaimana perusahaan-perusahaan dalam negeri sendiri. Karena pemerintah mendapat tekanan dari pihak luar dan swasta, mau tidak mau, harus menaikkan harga BBM.

Penindasan-pembodohan yang dulunya dilakukan oleh VOC (Belanda), sekarang kembali lagi terjadi, tetapi dalam wujud yang berbeda. Utang luar negeri dan investasi para investor adalah dua bagian dari penjajahan dan pembodohan tersebut. Ketika terjadi krisis moneter medio 1997, para aparat negara yang dikomandoi oleh Presiden Soeharto mengundang International Monetery Found (IMF) untuk “memperbaiki” krisis tersebut. IMF memberikan beberapa syarat, agar supaya kondisi perekonomian Indonesia kembali pulih. Adapun syarat-syaratnya terangkum dalam Struktural Adjustment Programe (SAP), yakni Liberalisasi Perdagangan (menghilangkan aturan-aturan yang melindungi industri-industri local), Liberalisasi Investasi (diberikannya kesempatan kepada perusahaan-perusahaan luar negeri untuk memiliki saham hingga 100% dan pembebasan tariff bea masuk), Pemotongan Anggaran untuk Kepentingan Publik (seluruh anggaran untuk kepentingan publik, seperti biaya pendidikan, kesehatan, perumahan, dsb di potong bahkan kalau perlu dihapuskan. Inilah yang menyebabkan biaya-baiya pendidikan, kesehatan, dsb naik melambung tinggi), Devaluasi Mata Uang (pelaksanaan kurs mengambang bebas, ini berbahaya sekali, karena kurs mata uang di tentukan oleh pasar yang di dalam terdapat para spekulan mata uang yang licik), Upah Buruh yang Rendah (peraturan ini dibuat, agar supaya para investor asing mudah masuk ke negara Indonesia dan menanamkan sahamnya. Bahasa kasarnya, menanamkan modal yang sedikit untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda), .

Inilah sebagian syarat-syarat yang diberikan oleh IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Bukan pemulihan dan perbaikan yang datang, tetapi yang terjadi kondisi perekonomian makin parah hingga detik ini. Dari pelbagai kebijakan yang diberikan, ternyata terdapat penindasan dan penjajahan di dalamnya. Kaum menengah ke bawah, terpinggirkan dan terdiskriminasi dalam kebijakan tersebut. Liberalisai perdagangan, liberalisasi investasi, pemotongan anggaran untuk kepentingan publik, devaluasi mata uang, dan upah buruh yang rendah adalah bagian dari eksploitasi terhadap kaum miskin yang hari demi hari meningkat tajam. Inilah realita sesungguhnya di negeri Indonesia.

Dengan demikian, apa yang sedang terjadi di dunia Internasional sangat berkaitan erat dengan apa yang sedang dan akan terjadi di negeri Indonesia. Disinilah peran negara sangat dibutuhkan. Apakah negara (para aparatnya) mengikuti apa yang diingini oleh para penjajah atau bangkit dan melawan segala kebijakan yang “didikte” terhadapnya? Bukankah tugas negara adalah melindungi warganegaranya dari penindasan-pembodohan alias penjajahan.

DIALOG
Presiden I RI, Soekarno pernah melukiskan mengapa kita melakukan pergerakan secara sempurna: “Kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena ingin hidup layak dan sempurna. Kita bergerak tidak karena “ideal” saja, kita bergerak karena ingin cukup makanan, ingin cukup pakaian, ingin cukup tanah, ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup meminum seni dan culture – pendek kata kita bergerak karena ingin perbaikan nasib di dalam segala bagian-bagiannya dan cabang-cabangnya. Perbaikan nasib ini hanyalah bisa datang seratus persen, bilamana masyarakat sudah tidak ada kapitalisme dan imprealisme. Sebab stelsel (sistem) inilah yang sebagai kamiladen (lintah/parasit) tumbuh di atas tubuh kita, hidup dan subur daripada tenaga kita, rezeki kita, zat-zatnya masyarakat kita. Oleh karena itu, maka pergerakan kita janganlah pergerakan kecil-kecilan. Pergerakan kita itu haruslah suatu pergerakan yang ingin merubah samasekali sifatnya masyarakat”.

Mansur Fakih (Alm.) telah menyebutkan bahwa Indonesia telah mengalami beberapa episode penjajahan, Periode pertama kolonialisme, di mana terjadi ekspansi fisik dalam mencari bahan baku mentah untuk dijadikan sebagai bahan-bahan produksi. Akibat dari kolonialisme inilah, sehingga terjadi penjajahan di benua Asia dan Afrika. Periode kedua adalah bukan lagi penjajahan fisik, tetapi sudah berupa hegemoni. Di mana negara-negara bekas penjajah melakukan penjajahan lewat teori-teori yang melahirkan dan mendukung pembangunan di dunia ketiga (negara-negara bekas jajahan). Sedangkan periode ketiga adalah globalisasi, di mana terjadi pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia internasional yang didasarkan pada pasar (invisible hands). Pasarlah yang menentukan sistem ekonomi dunia. Ini sangat berbahaya sekali, karena peran pemerintah “dikecilkan” dalam perdagangan tersebut. Pemerintah hanyalah menjadi pembuat-pembuat kebijakan yang berpihak kepada pasar. Di era globalisasi penjajahan tingkat tinggi (IMPEREALISME) terjadi lagi.

Anda sebagai bagian dari negeri tercinta ini, seharusnya tidak berpangku tangan dalam melihat keterpurukan Indonesia. Anda sebagai kaum intelektual, tidak sewajarnya menghabiskan waktu dengan berdiskusi-ria, tetapi semestinya bangkit dan bertindak. Anda sebagai generasi pelanjut bangsa ini, sewajibnya menjadi pelindung atau benteng para kaum yang teraniaya oleh sistem yang tidak adil.

EPILOG
Penulis hanya ingin menyatakan bahwa siapa yang salah dan pihak mana yang benar mesti benar-benar ditegaskan. Mungkinkah tercapai kompromi apabila kepentingan “kita” dan “mereka” saling berseberangan. Kepentingan “kita” (bangsa terjajah) menginginkan kemerdekaan dan kedaulatan ekonomi-politik sepenuhya sedangkan kepentingan “mereka” (bangsa penjajah) menginginkan terjadinya koloni, prektorat, dan mendikte. Ini persoalan krusial, menyangkut penghidupan yang layak di masa depan dan berkaitan harga diri serta martabat negara Indonesia di antara negara-negara lain.

Penindasan, diskriminasi, marginalisasi, eksploitasi dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan siapa saja. Akan tetapi, tidak ada orang yang rela jika hak-hak dasarnya di injak-injak, dihilangkan. Siapapun tak rela, termasuk si penulis, begitupula dengan si pembaca. Oleh karena Itulah, satu-satunya cara untuk menyadarkan penguasa adalah melawannya. Tidak dengan kekuasaan baru tetapi dengan KUASA RAKYAT yang kokoh dalam kesadaran sejarah pembebasan.

Mari kita hentikan jerit-tangis kesedihan hingga segaris senyum-bahagia terpancar dari rona wajah mereka dengan cara memanifestasikan sekuat tenaga dalam memperjuangkan hak-haknya. Setitik kehidupan sangatlah berharga. Bangkit dan melawan adalah satu pilihan dan kewajiban, karena kita tidak ingin wilayah NKRI terus menerus dieksploitasi dan dijajah. Mari bergerak dan berjuang untuk Res-publica. Mungkin inilah, MANIFESTO yang cocok bagi kaum teraniaya. MANIFESTO KAUM TERTINDAS. Selamat berjuang dan sampai jumpa di sudut-sudut jalan kebenaran. Semoga fajar kemerdekaan dan kedaulatan cepat menyingsing, serta jangan lupa jaga kesehatan. ®

0 komentar:

Posting Komentar